Macam Teori Psikologi Perkembangan
Berikut ini akan diuraikan secara singkat beberapa teori perkembanganyang umum dibahas dalam literatur psikologi perkembangan, di antaranya adalah psikodinamik, kognitif, teori kontekstual, serta teori behavior
dan belajar sosial.
1. Teori psikodinamik
Teori psikodinamik adalah teori yang berupaya menjelaskan hakikat dan
perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini
adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini
mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik
dari aspek-aspek psikologi tersebut, yang umumnya terjadi selama masa kanakkanak dini.
suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan
individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman sosial dan
emosional mereka. Perkembangan seorang anak terjadi melalui serangkaian tahap.
Pada masing-masing tahap anak mengalami konflik-konflik internal yang harus
diselesaikan sebelum memasuki tahap berikutnya.
Teori psikodinamik dalam psikologi perkembangan banyak dipengaruhi
Sigmund Freud dan Erik Erikson.
a. Teori Psikoseksual Freud
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pelopor teori psikodinamik. Teori
yang dikembangkan oleh Freud berfokus pada masalah alam bawah sadar, sebagai
salah satu aspek kepribadian seseorang. Penekanan Freud pada alam bawah sadar
berasal dari hasil pelacakannya terhadap pengalaman-pengalaman pribadi para pasiennya, di mana ditemukan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
kanak-kanak yang sangat mempengaruhi kehidupan pasien di masa-masa
selanjutnya.
Impresinya terhadap periodeawal kehidupan manusia, yang informasinya
kemudian tertanam dalam alam bawah sadar, meyakinkannya bahwa informasi
dalam alam bawah sadar itu sangat penting, karena dari situlah muncul berbagai
gangguan emosi.
Freud menggunakan istilah seksual untuk segalatindakan dan pikiran yang
memberi kenikmatan atau kepuasan, dan istilah psikoseksual digunakan untuk
menunjukkan bahwa proses perkembangan psikologis ditandai adanya libido
(energi seksual) yang dipusatkan pada daerah-daerah tubuh tertentu yang berbedabeda
Freud menggunakan istilah erogenous zones(daerah kenikmatan seksual)
untuk menunjukkan tiga bagian tubuh yaitu: mulut, dubur dan alat kelamin
sebagai daerah yang mengalami kenikmatan khusus yang sangat kuat dan yang
memberikan kualitas pada setiap tahap perkembangan. Pada setiap tahap
perkembangan, anak merasakan kenikmatan tertentu pada daerah tersebut, dan
selalu berusaha mencari objek atau pun melakukan kegiatan yang dapat
memuaskan. Tetapi pada saat yang sama, muncul konflik dengan tuntutantuntutan realitas yang harus diatasi.
b. Teori Psikososial Erikson
Erik Erikson (1902-1994) adalah salah seorang teoritisi ternama dalam
bidang perkembangan rentang hidup. Ia dipandang sebagai tokoh utama dalam
psikoanalitik kontemporer. Hal ini cukup beralasan, sebab tidak ada tokoh lain
sejak kematian Sigmund Freud yang telah bekerja dengan begitu teliti untuk
menguraikan dan memperluas struktur psikoanalisis yang dibangun oleh Freud
serta untuk merumuskan kembali prinsip -prinsipnya guna memahami dunia
modern.
Salah satu sumbangannya yang terbesar dalam psikologi perkembangan
adalah psikososial. Istilah psikososial dalam kaitannya dengan perkembangan
manusia berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati
dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu
organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis.
Menurut teori psikososial Erikson, kepribadian terbentuk ketika seseorang
melewati tahap psikososial sepanjang hidupnya. Masing-masing tahap memiliki
tugas perkembangan yang khas, dan mengharuskan individu menghadapi dan
menyelesaikan krisis. Erikson melihat bahwa krisis tersebut sudah ada sejak lahir,
tetapi pada saat-saat tertentu dalam siklus kehidupan, krisis menjadi dominan.
Bagi Erikson, krisis bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik
peningkatan vulnerability(kerentanan) dan potensi. Untuk setiap krisis selalu ada
pemecahan yang sangat negatif dan positif. Pemecahan yang positif, akan
menghasilkan kesehatan jiwa, sedangkan pemecahan yang negatif akan
membentuk penyesuaian diri yang buruk. Semakin berhasil seseorang mengatasi
krisis, akan semakin sehat perkembangannya.
2. Teori Kognitif
Berbeda dengan teori-teori psikoanalisis, yang menekankan pentingnya
pikiran-pikiran tidak sadar anak-anak, teori-teori kognitif menekankan pikiranpikiran sadar mereka. Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan
kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah
laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai
individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
Chaplin sebagaimana Muhibbin Syah berpendapat bahwa Istilah kognitif
menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah psikologis manusia yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan
keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan
Dewasa ini studi tentang perkembangan kognitif didominasi oleh dua
teori, yaitu perkembangan kognitif Piaget dan teori pemrosesan informasi.
a. Teori kognitif Piaget
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang
menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek
dan kejadian-kejadian di sekitarnya.
Bagimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti
mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri, orang tua, dan
teman.bagaimana cara anak mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab
terjadinya perubahan dalam peristiwa-peristiwa, dan untuk membentuk perkiraan
tentang objek dan peristiwa tersebut.
Dari sudut biologis, Piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari
dalam, sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah,
sistem pernapasan, dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi,
di mana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan.
b. Teori Pemrosesan Informasi
Teori ini merupakan alternatif terhadap teori kognitif Piaget. Berbeda
dengan Piaget, para pakar psikologi pemrosesan informasi tidak menggambarkan
perkembangan dalam tahap-tahap atau serangkaian subtahap tertentu. Sebaliknya,
mereka lebih menekankan pentingnya proses-proses kognitif, seperti persepsi,
seleksi perhatian, memori, dan strategi kognitif.
Zigler dan Stevenson, sebagaimana dikutip oleh Desmita berpendapat
bahwa teori pemrosesan informasi ini setidaknya didasarkan atas tiga asumsi
umum: pertama, pikiran dipandang sebagai suatu sistem penyimpanan dan
pengembalian informasi. Kedua, individu-individu memproses informasi dari
lingkungan, dan ketiga, terdapat keterbatasan pada kapasitas untuk memproses
informasi dari seorang individu.
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, dapat dipahami bahwa teori
pemrosesan informasi lebih menekankan pada bagaimana individu memproses
informasi tentang dunia mereka, bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran,
bagaimana informasi disimpan dan disebarkan, dan bagaimana informasi diambil
kembali untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang kompleks, seperti
memecahkan masalah dan berpikir
3. Teori Kontekstual
Chaplin, sebagaimana Desmita berpendapat bahwa dalam psikologi, istilah
konteks digunakan untuk menunjukkan kondisi yang mengelilingi suatu proses
mental, dan kemudian mempengaruhi makna atau signifikansinya. Demikian pula
Seifert dan Hoffnung, Desmita menyatakan bahwa teori kontekstual memandang
perkembangan sebagai proses yang terbentuk dari transaksi timbale-balik antara
anak dan konteks perkembangan sistem fisik, sosial, kultural, dan historis di mana
interaksi tersebut terjadi.
4. Teori Behavior dan Belajar Sosial
Behavior (perilaku) adalah kegiatan organisme yang dapat diamati dan
yang bersifat umum mengenai otot-otot dan kelenjar-kelenjar sekresi eksternal
sebagaimana terwujud pada gerakan bagian-bagian tubuh atau pada pengeluaran
Teori perilaku dalam psikologi menegaskan bahwa dalam
mempelajari individu, yang seharusnya dilakukan oleh para ahli psikologi adalah
menguji dan mengamati perilakunya dan bukan mengamati kegiatan bagian dalam
tubuh.
Berikut ini akan dibahas tiga versi tradisi behaviorial, yaitu Pavlov dan
kondisioning klasik, B.F. Skinner dan kondisioning operant, serta Bandura dan
teori belajar sosial.
a. Pavlov dan Kondisioning Klasik
Paradigma kondisioning klasik merupakan karya besar Ivan. P. Pavlov
(1849-1936), ilmuwan Rusia, yang mulai mengembangkan teori perilaku melalui
percobaannya tentang anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan oleh Pavlov,
di mana perangsang yang asli dan netral atau rangsangan biasanya secara
berulang-ulang dipasangkan dengan unsur penguat, akan menyebabkan suatu
reaksi. Perangsang netral tadi disebut perangsang bersyarat atau terkondisionir,
yang disingkat dengan CS (conditioned stimulus), penguatnya adalah perangsang
tidak bersyarat atau US (unconditioned stimulus), reaksi alami (biasa) atau reaksi
yang tidak dipelajari disebut reaksi bersyarat atau CR (conditioned response).
Kata classicalyang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk
menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu di bidang conditioning
(upaya pembiasaan) dan untuk membedakannya dari teori conditioninglainnya.
Melalui paradigma kondisioning klasiknya, Pavlov memperlihatkan betapa
anjing dapat dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsangan semula
(makanan) melainkan terhadap rangsangan berupa bunyi. Hal ini terjadi bilamana
pada waktu memperlihatkan makanan kepada anjing sebagi rangsangan yang
menimbulkan air liur, dibarengi dengan membunyikan lonceng atau bel berkalikali, akhirnya anjing akan mengeluarkan air liur bilamana mendengar bunyi
lonceng atau bel, sekalipun makanan tidak diperlihatkan atau diberikan. Di sini
terlihat bahwa rangsang makanan telah berpindah ke rangsang bunyi untuk
memperlihatkan jawaban yang sama, yakni pengeluaran air liur.