Macam Teknik Pembeljaran Agama Islam

Macam Teknik Pembeljaran Agama Islam

Proses kegiatan belajar mengajar tidaklah berdiri sendiri, melainkan terkait dengan komponen materi dan waktu. Langkah pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan siswa secara berurutan sehingga cocok dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa. 

Macam Teknik Pembeljaran Agama Islam
Teknik pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan kecakapan kognitif banyak sekali. Di antaranya dengan 'sorogan' pada saat mengaji/menghafal ayat-ayat al-Qur'an (biasanya diterapkan di pesantren- pesantren tradisional). 
Teknik pembelajaran yang berorientasi pada psikomotor di antaranya: drill and practice, berlatih dan mempraktekkan seperti pada materi melafalkan huruf al-Qur'an, berwudlu dan praktek ibadah shalat.

 Teknik pembelajaran yang berorientasi pada nilai (afektif) ada bermacam- macam, di antaranya ialah
1) teknik indoktrinasi;
2) teknik moral reasoning;
3) teknik meramalkan konsekuensi;
4) teknik klarifikasi; dan
5) teknik internalisasi.

Adapun prosedur penggunaan teknik-teknik tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Teknik indoktrinasi: prosedur teknik ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu
a) tahap brainwashing,
b) tahap menanamkan fanatisme,
c) tahap penanaman doktrin

2) Teknik moral reasoning: langkah-langkah teknik ini dilakukan dengan jalan:
a) penyajian dilema moral,
b) pembagian kelompok diskusi
c) hasil diskusi kelompok
d) setelah siswa mendiskusikan secara intensif dan melakukan seleksi nilai yang terpilih sesuai dengan alternatif yang diajukan.

3) Teknik meramalkan konsekuensi: teknik ini sebenarnya merupakan penerapan dari pendekatan rasional dalam mengajarkan nilai. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) siswa diberikan suatu kasus melalui cerita, membaca majalah, melihat film, atau melihat kejadian
konkret di lapangan;
2) siswa diberi beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan nilai-nilai yang ia lihat, ketahui dan ia rasakan.
3) upaya membandingkan nilai-nilai yang terdapat dalam kasus itu dengan nilai lain yang bersifat kontradiktif;
4) kemampuan meramalkan konsekuensi yang akan terjadi dari pemilihan dan penerapan suatu tata
nilai tertentu.

4) Teknik klarifikasi: taknik ini merupakan salah satu cara untuk membantu anak dalam menentukan nilai-nilai yang akan dipilihnya. Dalam teknik ini dapat ditempuh lewat tiga tahap, yaitu
a) tahap pemberian contoh: pada tahap ini guru memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang baik dan memberikan contoh penerapannya,
b) tahap mengenal kelebihan dan kekurangan nilai yang telah diketahui oleh siswa lewat contoh-contoh tersebut di atas,
c) tahap pengorganisasikan tata nilai pada diri siswa. Setelah pemilihan nilai ditentukan maka siswa dapat mengorganisasikan sistem nilai tersebut dalam dirinya dan menjadikan nilai itu sebagian dari
pribadinya.

5) Teknik internalisasi: kalau teknik-teknik di atas hanya terbatas pada pemilihan nilai dengan disertai wawasan yang cukup luas dan mendalam maka dalam teknik internalisasi ini sasarannya sampai kepada tahap pemilikan nilai yang menyatu dalam kepribadian siswa, atau sampai pada taraf karakterisasi atau mewatak, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal;
a) tahap transaksi nilai, yakni suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dan guru bersifat interaksi timbal balik,
b) tahap transinternalisasi: tahap ini jauh lebih dalam dari sekadar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mentalnya (kepribadiannya). 

Proses dari transinternalisasi itu mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks, yaitu mulai dari:
a) menyimak (receiving),
b) Menaggapi (responding),
c) memberi nilai (valuing),
d) mengorganisasi nilai (organization of value),
e) karakteristik nilai (characterization by a value or value complex), yakni dengan membiasakan nilai-nilai yang benar yang diyakini, dan yang telah diorganisir dalam laku pribadinya sehingga nilai tersebut sudah menjadi watak (kepribadiannya), yang tidak dapat
dipisahkan lagi dari kehidupannya. Nilai yang sudah mempribadi inilah yang dalam Islam disebut dengan kepercayaan/keimanan yang istiqomah, yang sulit tergoyahkan oleh situasi apapun.27