Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosional
Terbentuknya Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional atau EQ, bukan didasarkan pada kepintaran seorang anak, melainkan pada karakteristik pribadi atau “karakter”. Penelitian-penelitian sekarang menemukan bahwa ketrampilan sosial dan emosional ini lebih penting bagi keberhasilan hidup ketimbang kemampuan intelektual. Berbagai kenakalan, emosi yang tak terkendali dan kriminalitas diri yang terjadi pada usia anak-anak mungkin memiliki latar belakang dari setting keluarga yang tidak harmonis atau memang terpicu oleh kekerasan sosial itu sendiri.
a. Hereditas
Hereditas lazim disebut sebagai pembawaan atau keturunan. Hereditas merupakan totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan orang tua melalui gen. Faktor hereditas memang dapat mempengaruhi watak dan perkembangan seseorang termasuk kecerdasan kemampuan intelektualnya. Namun faktor lingkungan juga dapat memberikan stimulus untuk perkembangan kecerdasan emosional seseorang.
b. Faktor Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak), kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman kasih sayang dan mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga.
Dalam rumah tangga keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi seorang anak sehingga anak akan mampu mencapai tingkat kematangan. Kematangan disini adalah bisa dikatakan sebagai seorang individu di mana ia dapat menguasai lingkungannya secara aktif. Kehadiran keluarga (terutama ibu) dalam perkembangan emosi anak sangat penting. Sebab, apabila anak kehilangan peran dan fungsi ibunya, maka seorang anak dalam proses perkembangannya akan kehilangan haknya untuk dibina, dibimbing, diberikan kasih sayang, perhatian dan sebagainya, sehingga anak mengalami dengan apa yang disebut deprivasi maternal, sedangkan apabila peran kedua orang tua tidak berfungsi, maka disebut deprivasi parental, dan apabila seorang ayah tidak menjalankan fungsinya, maka disebut deprivasi paternal. Berbeda dengan hal di atas, anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi keluarga, maka anak akan berisiko untuk menderita gangguan perkembangan mental-intelektual, perkembangan mental-emosional dan bahkan perkembangan psiko-sosial serta spiritualnya. Sehingga tidak jarang dari mereka bila kelak menjadi dewasa akan memperlihatkan berbagai perilaku yang menyimpang, anti- sosial dan sampai kepada tindak kriminal.
c. Faktor lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.52 Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock, mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berfikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru substitusi orang tua.
Sebagaimana pendapat Goleman yang dikutip oleh Zamroni mengatakan bahwa emosi tersebut tidak statis tetapi berkembang sejalan dengan perkembangan usia seseorang. Semakin dewasa perkembangan usia seseorang semakin dewasa emosi yang dimiliki akan semakin matang. Namun kedewasaan emosi juga bisa berkembang sebagai hasil interaksi dengan lingkungan baik interaksi tersebut disengaja oleh pihak lain atau tidak. Dengan demikian, guru bisa berperan sebagai faktor lingkungan.
Keberhasilan guru mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi akan menghasilkan perilaku siswa yang baik, terdapat dua keuntungan kalau sekolah berhasil mengembangkan kemampuan siswa dalam mengendalikan emosi.
Pertama, emosi yang terkendali akan memberikan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi secara optimal.
Kedua, emosi yang terkendali akan menghasilkan perilaku yang baik. Ketrampilan emosional menyiratkan lebih diperluasnya lagi tugas sekolah, dengan memikul tanggung jawab atas kegagalan keluarga dalam mensosialisasikan anak. Oleh karena itu orang tua dan guru sebagai pendidik di sekolah haruslah menjadi pelatih yang efisien, mereka harus mempunyai pemahaman yang cukup baik tentang dasar-dasar kecerdasan emosional.
Disamping itu lingkungan sekolah adalah sebuah wadah untuk belajar bersama, karena belajar merupakan salah satu faktor yang penting dalam perkembangan emosi. Hal ini dikarenakan belajar adalah faktor yang dapat dikendalikan, sekaligus sebagai tindakan preventif. Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak adalah keluarga/orang tua, dan sekolah. Keluarga sebagai pendidikan pertama dan utama bagi anak, sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan dari apa yang telah anak peroleh dari keluarga. Keduanya berpengaruh terhadap emosi anak, dan keluargalah yang sesungguhnya mempunyai pengaruh yang lebih kuat dibandingkan sekolah, karena di dalam keluarga kepribadian anak dapat dibentuk sesuai dengan didikan orang tua dalam kehidupannya.