Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren
Pesantren dapat dianggap sebagai lembaga yang khas Indonesia dan berakar kuat di bumi Indonesia. Akar-akar historis keberadaan pesantren di Indonesia dapat dilacak jauh ke belakang ke masa-masa awal datangnya Islam di Nusantara. Pada masa-masa itu, pesantren tidak saja berperan sebagai pusat pendidikan dan pengajaran agama Islam tetapi juga memainkan peranannya sebagai pusat penyebaran agama Islam. Biasanya sebuah pesantren, yang sekaligus menjadi pusat gerakan dan praktek-praktek tarekat, mempunyai jaringan yang luas dengan pesantren-pesantren lainnya melalui jaringan ajaran dan gerakan-gerakan tarekat yang dipraktekkannya. Ajaran-ajaran tarekat yang berkembang di pesantren inilah yang mempunyai daya tarik bagi masyarakat sekitarnya, yang dengan itu pesantren sekaligus memainkan peran aktifnya dalam proses Islamisasi masyarakat sekelilingnya.
Pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional dalam arti bahwa ia dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajarannya masih terikat secara kuat kepada pemahaman, ide, gagasan, dan pemikiran-pemikiran ulama abad Pertengahan. Pesantren bukan sekedar merupakan fenomena lokal ke-Jawaan (hanya terdapat di Jawa), akan tetapi merupakan fenomena yang juga terdapat di seluruh Nusantara. Lembaga pendidikan sejenis pesantren ini di Aceh disebut dayah dan di Minangkabau dinamakan surau.
Setelah melalui beberapa kurun masa pertumbuhan dan perkembangannya, pesantren bertambah banyak jumlahnya dan tersebar di pelosok-pelosok Tanah Air. Pertumbuhan dan perkembangan pesantren ini didukung oleh beberapa factor sosio-kultural-keagamaan yang kondusif sehingga eksistensi pesantren ini semakin kuat berakar dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Faktor-faktor yang menopang menguatnya keberadaan pesantren ini antara lain adalah kebutuhan umat Islam yang semakin mendesak akan sarana pendidikan yang Islami, serta sebagai sarana pembinaan dan pengembangan syi’ar agama Islam yang semakin banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, adanya penghargaan dan perhatian dari para penguasa terhadap kedudukan kyai sangat berperan pula dalam pertumbuhan dan perkembangan pesantren.
Pada masa-masa awal pembentukannya, pesantren telah tumbuh dan berkembang dengan tetap menyandang ciri-ciri tradisionalitasnya. Akan tetapi pada masa-masa berikutnya, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam telah mengalami perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman, terutama sekali adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun bukan berarti perubahan pesantren tersebut telah menghilangkan keaslian dan kesejatian tradisi pesantren. Dewasa ini, secara faktual ada tiga tipe pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yaitu pesantren tradisional, pesantren modern, dan pesantren komprehensif.
Pesantren tradisional masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab-kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama abad Pertengahan (kitab kuning). Pola pengajarannya dengan menerapkan sistem halaqah (kelompok pengajian) yang dilaksanakan di masjid atau surau. Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada kyai pengasuh pondoknya. Santrinya ada yang menetap di dalam pondok (santri mukim) dan ada yang tidak menetap di dalam pondok (santri kalong). Pesantren modern merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasikal dan meninggalkan sistem belajar tradisional. Penerapan sistem belajar modern ini terutama tampak pada penggunaan kelas-kelas belajar, baik dalam bentuk sekolah maupun madrasah.
Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasional. Santrinya ada yang menetap dan ada yang tersebar di sekitar pondok itu. Kedudukan kyai sebagai koordinator pelaksana proses belajar mengajar dan sebagai pengajar langsung di kelas. Sedangkan pesantren komprehensif merupakan sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara pesantren tradisional dan pesantren modern. Di dalam pesantren tipe terakhir ini diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning secara halaqah, namun secara reguler sistem persekolahan terus dikembangkan. Bahkan pendidikan ketrampilan pun diaplikasikan sehingga menjadikannya berbeda dari tipologi pertama dan kedua